Pages

Jumat, 21 Desember 2018

Kritik Arsitektur Tipikal

 ISTANA CIPANAS, JAWA BARAT

Istana Cipanas merupakan Istana Kepresidenan yang letaknya berada di kaki Gunung Gede pada ketinggian 1.100 m di atas permukaan laut yang berhawa sejuk. Bangunan ini berdiri di atas lahan dengan luas 26 ha dengan luas bangunan mencapai 7.760 meter persegi. Istana Cipanas ini adalah salah satu dari enam Istana Kepresidenan yang dimiliki oleh Negara Indonesia.
Tampak dari depan fasad bangunan, Istana Cipanas ini berbeda dengan Istana Kepresidenan yang lain, Istana ini tidak terlihat megah melainkan memiliki ciri khas gaya tradisional. Dengan menggunakan pilar-pilar kayu sebagai penyangga utama struktur bangunan dan warna putih yang dominan sebagai unsur lambang keagungan bangunan Kepresidenan. Terdapat juga kolam air berbentuk lingkaran yang terletak tepat di depan bangunan Istana Cipanas tersebut dengan tanaman teratai di atasnya sama seperti yang ada di Istana Bogor.
Istana Cipanas terdiri dari sebuah bangunan induk, enam unit paviliun, satu unit gedung khusus, dan dua unit bangunan lain yaitu bangunan untuk penampungan sumber air panas dan sebuah masjid. Bangunan induk yang secara resmi disebut Gedung Induk Istana Kepresidenan Cipanas berdiri di atas areal seluas 982 meter persegi. Sesuai dengan namanya, gedung ini merupakan gedung yang paling besar jika dibandingkan dengan gedung-gedung lainnya yang ada di kompleks istana ini.
Gambar: Gedung Induk Istana Kepresidenan Cipanas
Gedung Induk Istana Kepresidenan Cipanas ini terdiri dari ruang tamu, ruang tidur, ruang kerja, ruang rias, ruang makan, dan serambi belakang. Secara khusus, ruang tamunya berupa bangunan panggung yang berlantaikan kayu. Seluruh ruang dalam Gedung Induk ditutupi permadani yang menghampar.
Gambar: Ruang Tamu Presiden Istana Cipanas
Sementara itu, di sekitar halaman belakang Gedung Induk berdiri enam buah paviliun istana yang pembangunannya dilakukan secara bertahap. Keenam buah paviliun tersebut diberi nama sesuai dengan nama tokoh pewayangan yaitu, Paviliun Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula, Sadewa dan Abimanyu. Terletak agak terpisah dari sekitar Gedung Induk dan keenam paviliun itu terdapat dua bangunan lainnya yang diberi nama Paviliun Tumaritis I dan Tumaritis II.
Gambar: Paviliun Bima Istana Kepresidenan Cipanas
Dalam setiap paviliun terdapat ruang tamu, ruang tidur, ruang rias, dan ruang makan. Aneka lukisan yang indah karya pelukis dalam dan luar negeri menghiasi sebagian besar dinding-dinding paviliun. Sesuai dengan lingkungan alamnya, lukisan keenam paviliun ini cenderung bertemakan pemandangan alam, pegunungan, dan pepohonan.
Gambar: Ruang Makan Istana Kepresidenan Cipanas
Tidak hanya paviliun yang terdapat di halaman belakang Istana Kepresidenan Cipanas, tetapi juga terdapat bangunan kolam pemandian VIP Presiden Soekarno untuk bersemedi pada saat dahulu. Sama halnya dengan bangunan-bangunan lain, bangunan pemandian ini juga menggunakan warna putih sebagai warna dasar yang mendominasi bangunannya dengan sedikit nuansa eropa pada ukiran dinding dan tiang kolom yang terdapat di dalamnya.
Gambar: Kolam Pemandian VIP Presiden Soekarno

Sumber:

Minggu, 25 November 2018

KRITIK ARSITEKTUR INTERPRETIF

KRITIK ARSITEKTUR
Kritik adalah masalah penganalisaan dan pengevaluasian sesuatu dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman, memperluas apresiasi, atau membantu memperbaiki pekerjaan.
Secara etimologis berasal dari bahasa Yunani κριτικός, kritikós – “yang membedakan”, kata ini sendiri diturunkan dari bahasa Yunani Kuna κριτής, krités, artinya “orang yang memberikan pendapat beralasan” atau “analisis”, “pertimbangan nilai”, “interpretasi”, atau “pengamatan”. Istilah ini biasa dipergunakan untuk menggambarkan seorang pengikut posisi yang berselisih dengan atau menentang objek kritikan.
Kritikus modern mencakup kaum profesi atau amatir yang secara teratur memberikan pendapat atau menginterpretasikan seni pentas atau karya lain (seperti karya seniman, ilmuwan, musisi atau aktor) dan, biasanya, menerbitkan pengamatan mereka, sering di jurnal ilmiah. Kaum kritikus banyak jumlahnya di berbagai bidang, termasuk kritikus seni, musik, film, teater atau sandiwara, rumah makan dan penerbitan ilmiah

KRITIK INTERPRETIF

Kritik Interpretif (Interpretive Criticism) yang berarti adalah sebuah kritik yang menafsirkan namun tidak menilai secara judgemental, Kritikus pada jenis ini dipandang sebagai pengamat yang professional. Bentuk kritik cenderung subyektif dan bersifat mempengaruhi pandangan orang lain agar sejalan dengan pandangan kritikus tersebut. Dalam penyajiannya menampilkan sesuatu yang baru atau memandang sesuatu bangunan dari sudut pandang lain.
3 meotde kritik interpretatif :
A. Kritik Evokatif (Evocative) (Kritik yang membangkitkan rasa)
Menggugah pemahaman intelektual atas makna yang dikandung pada suatu bangunan. Sehingga kritik ini tidak mengungkap suatu objek itu benar atau salah melainkan pengungkapan pengalaman perasaan akan ruang. Metode ini bisa disampaikan dalam bentuk naratif (tulisan) dan fotografis (gambar).
B. Kritik Advokatif (Advocatory) (Kritik yang membela, memposisikan diri seolah-olah kita adalah arsitek tersebut.)
Kritik dalam bentuk penghakiman dan mencoba mengarahkan pada suatu topik yang dipandang perlu. Namun bertentangan dalam hal itu kritikus juga membantu melihat manfaat yang telah dihasilkan oleh arsitek sehingga dapat membalikkan dari objek bangunan yang sangat menjemukan menjadi bangunan yang mempersona.
C. Kritik Impresionis (Imppressionis Criticism) (Kritik dipakai sebagai alat untuk melahirkan karya seni baru).
Kritik ini menggunakan karya seni atau bangunan sebagai dasar bagi pembentukan karya seninya.
CONTOH KRITIK INTERPRETATIF – EVOKATIF 

HERITAGE FACTORY OUTLET – BANDUNG, JAWA BARAT

Sebuah bangunan dengan arsitektur art deco khas bangunan peninggalan zaman kolonial berdiri di Jl Martadinata No 63. Bangunan megah berpilar besar dengan cat warna putih ini kini menjadi salah satu factory outlet ternama di kota Bandung.
Heritage factory outlet, bangunan ini bekas gedung British Institute ini dibangun di tahun 1895-1900 dengan gaya arsitektur Belanda Klasik dengan kolom doriknya yang khas. Namun sampai saat ini arsitek yang merancang bangunan ini belum diketahui.
Bangunan ini merupakan bangunan bekas rumah dinas direkturGouvernements Bedrijven (GB) yang sekarang disebut Gedung Sate. Selain bangunan ini antik, langka, dan indah juga merupakan satu-satunya bangunan yang memiliki gaya arsitektur klasik yang masih utuh. Pilar ioniknya yang anggun menjadi ciri khas yang memperlihatkan nilai arsitektur yang tinggi.
Bangunan Heritage Factory Outlet satu dari bangunan cagar budaya yang dilindungi dan dilestarikan keberadaannya di kota Bandung. Di dalam bangunan Heritage sendiri memiliki jalur yang menghubungkan Heritage dengan FO yang berada di sebelahnya, Cascade yang memiliki konsep arsitektur bergaya modern.




TAMPAK DEPAN HERITAGE FACTORY OUTLET

Penambahan awning bergaya modern pada sisi bangunan menjadikan bangunan bersejarah ini lebih modern namun tidak menghilangkan kesan kolonial yang ada pada bangunan.
Heritage dan Cascade Factory Outlet merupakan contoh dari bangunan kuno yang mengalami modernisasi dengan menambahkan bangunan modern di sampingnya.

MASJID AL-IRSYAD - BANDUNG, JAWA BARAT

Masjid Al-Irsyad Kota Baru Parahyangan dimulai pembangunannya pada hari Senin, 7 September 2009 bertepatan dengan 17 Ramadhan 1430 H (Nuzulul Quran), dan diresmikan pada bulan Agustus 2010. Masjid tersebut dibangun di atas lahan seluas 1 Ha yang menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan  dengan Al Irsyad Satya Islamic School (berafiliasi dengan Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyah of Singapore) sebuah sekolah Islam international yang ada di Kota Baru Parahyangan. Bangunan masjid dapat menampung 1500 jamaah. Menurut Ridwan Kamil, arsitek mesjid Al-Irsyad ini, bentuk mesjid berupa kubus sederhana tersebut terinspirasi oleh Ka'bah yang ada di Masjidil Haram. Fasad Masjid ini merupakan susunan concrete block yang membentuk kaligrafi kalimat As-Syahadah.
Masjid Al Irsyad meraih Penghargaan "The Best 5 World Building of The Year 2011 untuk kategori Bangunan Religi, versi Archdaily & Green Leadership Award tahun 2011 dari BCI Asia.
Panorama pegunungan tersebut memperlihatkan superioritas kebesaran alam. Siapa pun yang tengah bermunajat ke hadapan-Nya dan melihat pemandangan tersebut akan merasa sangat kecil sehingga diharapkan manusia agar selalu rendah hati.
Untuk bagian ekteriornya, bentuk masjid sekilas hanya seperti kubus besar layaknya bentuk bangunan Kabah di Masjidil Haram, Arab Saudi. Menurut sang arsitek dalam berbagai media, kubah hanya bagian dari identitas budaya, sehingga beliau lebih memilih untuk menampilkan identitas keislaman melalui kalimat syahadat raksasa. Kalimat ini ditampilkannya melalui susunan bata pembentuk dinding masjid.
Dengan konsep ini, dari luar terlihat garis-garis hitam di sekujur dinding masjid. Jika dicermati, kisi-kisi dinding dengan susunan bata bolong ini membentuk dua kalimat syahadat dalam huruf Arab. Teknik ini menjadikan tubuh bangunan layaknya sebuah seni kaligrafi tiga dimensi dengan ukuran yang sangat besar.

Selain itu, kisi-kisi tersebut berfungsi sebagai penerangan yang bersifat bolak-balik dan sangat artistik. Siang hari, cahaya alami matahari akan menembus ke ruang dalam. Pada momen ini, cahaya tersebut terlihat seperti sebuah elemen digital yang membentuk dua kalimat syahadat. Pada malam hari cahaya dari dalam masjid akan memancar keluar, membentuk kaligrafi syahadat yang berpencar.
Tidak dapat dipungkiri, masjid ini adalah satu mahakarya seni bangunan kontemporer yang mendobrak pakem- pakem tradisi bentuk masjid. Jadi tidak heran masjid ini terkenal sampai belahan dunia dan sang perancangpun berhasil membuat sebuah maha karya besar bagi perkembangan seni arsitek di Indonesia. Disaat bulan Ramadhan seperti saat ini banyak orang dari berbagai daerah yang dengan sengaja untuk singgah ke Masjid Al-Irsyad, beri’tikaf, melakukan ibadah Ramadhan, dan tak lepas dari pengunjung untuk mengabadikan keindahan bangunan masjid sembari berphoto-photo dan menikmati keindahan lingkungan sekitar masjid. Jadi setelah disebutkan beberapa keterangan mengenai Masjid Al-Irsyad tadi, tak ada lagi alasan bagi warga Bandung untuk mengenal dan tau akan keberadaan masjid fenomenal ini.

Massa Bangunan, Eksterior
Dari desain masjid Al – Irsyad yang berbentuk kotak/ kubus, dan tidak digunakan nya atap dome/kubah, seperti umumnya bentuk dan ciri khas masjid di Indonesia.


Memberikan warna baru dan pembeda terhadap gaya arsitektur masjid yang pada umumnya identik dengan atap dome/ kubah.

Dan juga fasad masjid yang cukup unik yang berlubang-lubang, jika diamati membentuk lafadz dua kalimat syahadat, sungguh menggugah hati kaum muslim yang berkunjung/ melihat nya, dari desain fasad masjid nya saja,sudah menambah nilai dan semangat spritualitasnya. Bahkan sebelum masuk kedalam masjidnya.

Interior





Sumber :
http://demasafetalita.blogspot.com/2016/01/kritik-arsitektur-interpretif.html
http://asep-inars.blogspot.com/2014/01/kritik-arsitektur-soft-skill.html

Minggu, 28 Oktober 2018

3 Analogi dalam Arsitektur





Bangunan Analogi
Analogi merupakan salah satu pendekatan bentuk yang digunakan dalam dunia arsitektur. Pendekatan analogi dapat dikatakan berhasil jika pesan yang ingin disampaikan atau objek yang dianalogikan dapat dimengerti oleh mayoritas orang. Dalam konsep analogi, hal yang terpenting adalah persamaan antara bangunan dan objek yang dianalogikan. Maksud persamaan ini adalah pesan yang akan disampaikan nantinya. Bukan benar-benar bentuk atau pun ukuran bangunan yang serupa.
Konsep analogi sendiri terdiri dari berbagai macam kategori berdasarkan tipe analogi yang digunakan. Berikut ini adalah macam-macam dari konsep analogi, yaitu :

  • Anaolgi Simbolik (Symbolic Analogy)
Analogi simbolik adalah analogi dimana sang arsitek menyelesaikan permasalahan desain dengan cara menyisipkan makna tertentu secara tersirat. Analogi ini dapat dikatakan sebagai bentuk analogi tidak langsung.
Menara Eiffel, Prancis

eiffel tower

Siapa yang tidak tahu dengan Menara Eiffel? Pada awalnya, Menara Eiffel dibangun sebagai gerbang I’Exposition Universelle 1889, yakni sebuah World’s Fair yang bertepatan dengan 100 tahun dari peristiwa Revolusi Perancis. Meski pada saat berlangsungnya proses pembangunan mendapat banyak kecaman dan protes dari masyarakat setempat, akan tetapi Menara Eiffel tetap dibangun dari tahun 1887 sampai dengan tahun 1889.
Desain dari Menara Eiffel ini ternyata juga menggunakan pendekatan analogi, lho! Menara Eiffel dirancang sebagai sebuah bangunan yang menggambarkan sesosok wanita feminim yang elegan. Menara Eiffel seakan merepresentasikan bagaimana seorang wanita anggun berdiri, bagaimana bentuk tubuhnya yang elegan.


  • Analogi Biologis

Proses Analogi Arsitektur yang menganggap bahwa membangun adalah proses biologis bukan proses estetis. Dengan arti yang lebih luas, dalam merancang menggunakan pendekatan Analogi Biologis maka arsitek tersebut lebih mengedepankan proses pembangunannya terhadap fungsi dan keadaan serta keberadaan bangunan tersebut terhadap lingkungan sekitar daripada mengedepankan keindahan bentuk bangunan.

Green School, Bali

Hasil gambar untuk Green School Bali


Arsitek: John Hardy
Dengan memanfaatkan bambu sebagai struktur dan konstruksi pada seluruh bangunan yang selesai dibangun tahun 2007 ini merupakan implementasi sang Arsitek dalam realisasi pemikirannya yaitu untuk menggunakan material alam yang berada disekitar Tapak. Dan pada saat itu material bambu sangat banyak didaerah itu. Lokasi Bangunan : Kab. Badung, Bali, Indonesia
Bangunan bermassa banyak yang difungsikan sebagai sekolah internasional ini mengedepankan interaksi dengan alam pada setiap bangunannya, sehingga hampir keseluruhan bangunan dibiarkan tanpa sekat dinding yang bertujuan agar ruang dalam dan luar dapat menyatu
Dengan memaksimalkan usaha dalam membentuk atap seperti rumah keong, arsitek berhasil menutup bangunan tanpa menggunakan bata maupun triplek untuk bangunan Mes Guru pada Green School Bali ini.



  • Analogi Personal (Personal Analogy)
    • Yang dimaksudkan oleh analogi personal adalah seorang arsitek yang membayangkan atau mengandaikan dirinya sendiri sebagai bagian dari permasalahan yang ada di dalam desain sebuah arsitektur. Hal ini dimisalkan seperti sang arsitek yang seolah-olah membayangkan dirinya sebagai bangunan yang menghadap ke suatu arah tertentu, bagaimana respon yang akan diterimanya terhadap cahaya matahari yang datang.
      Montjuic Communication Tower 
      Montjuic Communication Tower

      Arsitek: Santiago Calatrava
      Menara komunikasi ini terletak di daerah Montjuic, Barcelona, Spanyol. Montjuic merupakan sebuah area olimpiade, dimana Torre Telofonica ini difungsikan sebagai pengirim siaran televisi Olimpiade Musim Panas pada tahun 1992.
      Sebagai arsitek, Santiago Calatrava mendesain menara ini dengan menggunakan analogi seperti seorang atlet yang tengah memegang obor olimpiade. Hal ini dihasilkan berdasarkan pertimbangan site dan fungsinya. Menara ini pun menggunakan pentransformasian dari sebuah bentuk alam dengan representasi simbolik.

      Sumber: 
      https://rumahlia.com/desain/contoh-bangunan-analogi 
      http://www.academia.edu/16758365/ANALOGI_BIOLOGIS_DALAM_PERANCANGAN_ARSITEKTUR

      Selasa, 29 Mei 2018

      Interior Namsangol Hanok Village


      Namsangol Hanok Village adalah sebuah desa tradisional mini yang terdiri dari 5 rumah bergaya tradisional Korea. Di tempat ini Anda akan melihat taman dan rumah tradisional, termasuk rumah milik Ratu Yoon, Permaisuri dari Sungjeonghyo. Disini, setiap minggunya dihelat sedikitnya tiga upacara pernikahan tradisional. Namsangol Hanok Village menampilkan berbagai barang rumah tangga dan barang-barang lainnya yang diatur sama seperti pada masa periode Dinasti Joseon berlangsung. Taman tradisional di desa ini dihiasi dengan pohon-pohon asli yang tumbuh di Namsan, lembah yang dimana airnya mengalir secara alami, sebuah paviliun dan kolam. Di tempat ini, Anda bisa menikmati berbagai budaya tradisional Korea seperti drama, tari serta permainan rakyat.


      Jika Anda mengunjungi Namsangol Hanok Village, begitu memasuki gerbang depan, kita akan disuguhi sebuah pemandangan lembah yang luas. Di bagian samping, kita akan melihat rumah-rumah tradisional tersebut. Pada masa Dinasti Joseon, rumah-rumah itu milik orang-orang dari berbagai kalangan mulai raja hingga petani. Kondisi asli rumah ini membantu kita untuk memahami bagaimana kehidupan mereka sehari-sehari pada saat itu. Menariknya di salah satu rumah tradisional itu, kita bisa minum teh tradisional sama persis seperti tatanan dan rasa teh pada ratusan abad silam. Kita juga bisa menengok dapur dan beberapa gentong yang digunakan untuk memasak kimchi, salah satu makanan tradisional Korea Selatan. Kamar tidur dan kamar belajar masyarakat pada masa itu juga bisa kita lihat di rumah tradisional ini. Jika kita ingin mempunyai barang-barang seperti yang dipamerkan dalam rumah-rumah tersebut, Anda bisa mampir ke pameran yang ada di kawasan ini. Anda bisa membeli souvenir, seperti piring dan teh tradisional. Anda juga bisa mencoba beberapa permainan tradisional Korea seperti Tuho (panahan) dan Yunnori (permainan tongkat kayu). Jangan lupa untuk melihat upacara perkawinan tradisional yang biasanya dihelat di Namsangol Hanok Village. Anda bisa berfoto bersama mempelai sebagai kenang-kenangan.

      Interior Namsan Hanok Village


      pengunjung tidak hanya belajar tentang arsitektur rumah tradisional ini namun juga tentang orientasi arsitektur, tata letak, dan gaya penataan furniture pada masa itu. Berbagai tembikar, kerajinan dan alat musik tradisional seperti Gayageum (kecapi dengan 12 senar) dan Geomungo (sitar dengan 6 senar) dapat lihat Anda disini. Oya, dikawasan ini juga terdapat kapsul waktu yang dikubur pada 29 November 1994. Berisi 600 item yang mewakili kehidupan dan budaya dari warga Seoul yang akan kembali dibuka 400 tahun kemudian.

      Gentong tempat menyimpan, memasak kimchi dan lain sebagainya


      Dapur dan ruang makan/menjamu tamu yang masih tradisional dan sangat memaksimalkan penempatan setiap bendanya agar menciptakan sirkulasi yang mencukupi di setiap ruangan



      Perabotan yang digunakan didalam ruangan tidak terlalu besar namun cukup untuk mengakomodir kegiatan yang terlaksana di dalam ruangan tersebut


      Pada bangunan tertentu terdapat motif dengan berbagai makna yang terletak di bagian atas