KRITIK ARSITEKTUR INTERPRETIF

KRITIK ARSITEKTUR
Kritik adalah masalah penganalisaan dan pengevaluasian sesuatu dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman, memperluas apresiasi, atau membantu memperbaiki pekerjaan.
Secara etimologis berasal dari bahasa Yunani κριτικός, kritikós – “yang membedakan”, kata ini sendiri diturunkan dari bahasa Yunani Kuna κριτής, krités, artinya “orang yang memberikan pendapat beralasan” atau “analisis”, “pertimbangan nilai”, “interpretasi”, atau “pengamatan”. Istilah ini biasa dipergunakan untuk menggambarkan seorang pengikut posisi yang berselisih dengan atau menentang objek kritikan.
Kritikus modern mencakup kaum profesi atau amatir yang secara teratur memberikan pendapat atau menginterpretasikan seni pentas atau karya lain (seperti karya seniman, ilmuwan, musisi atau aktor) dan, biasanya, menerbitkan pengamatan mereka, sering di jurnal ilmiah. Kaum kritikus banyak jumlahnya di berbagai bidang, termasuk kritikus seni, musik, film, teater atau sandiwara, rumah makan dan penerbitan ilmiah

KRITIK INTERPRETIF

Kritik Interpretif (Interpretive Criticism) yang berarti adalah sebuah kritik yang menafsirkan namun tidak menilai secara judgemental, Kritikus pada jenis ini dipandang sebagai pengamat yang professional. Bentuk kritik cenderung subyektif dan bersifat mempengaruhi pandangan orang lain agar sejalan dengan pandangan kritikus tersebut. Dalam penyajiannya menampilkan sesuatu yang baru atau memandang sesuatu bangunan dari sudut pandang lain.
3 meotde kritik interpretatif :
A. Kritik Evokatif (Evocative) (Kritik yang membangkitkan rasa)
Menggugah pemahaman intelektual atas makna yang dikandung pada suatu bangunan. Sehingga kritik ini tidak mengungkap suatu objek itu benar atau salah melainkan pengungkapan pengalaman perasaan akan ruang. Metode ini bisa disampaikan dalam bentuk naratif (tulisan) dan fotografis (gambar).
B. Kritik Advokatif (Advocatory) (Kritik yang membela, memposisikan diri seolah-olah kita adalah arsitek tersebut.)
Kritik dalam bentuk penghakiman dan mencoba mengarahkan pada suatu topik yang dipandang perlu. Namun bertentangan dalam hal itu kritikus juga membantu melihat manfaat yang telah dihasilkan oleh arsitek sehingga dapat membalikkan dari objek bangunan yang sangat menjemukan menjadi bangunan yang mempersona.
C. Kritik Impresionis (Imppressionis Criticism) (Kritik dipakai sebagai alat untuk melahirkan karya seni baru).
Kritik ini menggunakan karya seni atau bangunan sebagai dasar bagi pembentukan karya seninya.
CONTOH KRITIK INTERPRETATIF – EVOKATIF 

HERITAGE FACTORY OUTLET – BANDUNG, JAWA BARAT

Sebuah bangunan dengan arsitektur art deco khas bangunan peninggalan zaman kolonial berdiri di Jl Martadinata No 63. Bangunan megah berpilar besar dengan cat warna putih ini kini menjadi salah satu factory outlet ternama di kota Bandung.
Heritage factory outlet, bangunan ini bekas gedung British Institute ini dibangun di tahun 1895-1900 dengan gaya arsitektur Belanda Klasik dengan kolom doriknya yang khas. Namun sampai saat ini arsitek yang merancang bangunan ini belum diketahui.
Bangunan ini merupakan bangunan bekas rumah dinas direkturGouvernements Bedrijven (GB) yang sekarang disebut Gedung Sate. Selain bangunan ini antik, langka, dan indah juga merupakan satu-satunya bangunan yang memiliki gaya arsitektur klasik yang masih utuh. Pilar ioniknya yang anggun menjadi ciri khas yang memperlihatkan nilai arsitektur yang tinggi.
Bangunan Heritage Factory Outlet satu dari bangunan cagar budaya yang dilindungi dan dilestarikan keberadaannya di kota Bandung. Di dalam bangunan Heritage sendiri memiliki jalur yang menghubungkan Heritage dengan FO yang berada di sebelahnya, Cascade yang memiliki konsep arsitektur bergaya modern.




TAMPAK DEPAN HERITAGE FACTORY OUTLET

Penambahan awning bergaya modern pada sisi bangunan menjadikan bangunan bersejarah ini lebih modern namun tidak menghilangkan kesan kolonial yang ada pada bangunan.
Heritage dan Cascade Factory Outlet merupakan contoh dari bangunan kuno yang mengalami modernisasi dengan menambahkan bangunan modern di sampingnya.

MASJID AL-IRSYAD - BANDUNG, JAWA BARAT

Masjid Al-Irsyad Kota Baru Parahyangan dimulai pembangunannya pada hari Senin, 7 September 2009 bertepatan dengan 17 Ramadhan 1430 H (Nuzulul Quran), dan diresmikan pada bulan Agustus 2010. Masjid tersebut dibangun di atas lahan seluas 1 Ha yang menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan  dengan Al Irsyad Satya Islamic School (berafiliasi dengan Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyah of Singapore) sebuah sekolah Islam international yang ada di Kota Baru Parahyangan. Bangunan masjid dapat menampung 1500 jamaah. Menurut Ridwan Kamil, arsitek mesjid Al-Irsyad ini, bentuk mesjid berupa kubus sederhana tersebut terinspirasi oleh Ka'bah yang ada di Masjidil Haram. Fasad Masjid ini merupakan susunan concrete block yang membentuk kaligrafi kalimat As-Syahadah.
Masjid Al Irsyad meraih Penghargaan "The Best 5 World Building of The Year 2011 untuk kategori Bangunan Religi, versi Archdaily & Green Leadership Award tahun 2011 dari BCI Asia.
Panorama pegunungan tersebut memperlihatkan superioritas kebesaran alam. Siapa pun yang tengah bermunajat ke hadapan-Nya dan melihat pemandangan tersebut akan merasa sangat kecil sehingga diharapkan manusia agar selalu rendah hati.
Untuk bagian ekteriornya, bentuk masjid sekilas hanya seperti kubus besar layaknya bentuk bangunan Kabah di Masjidil Haram, Arab Saudi. Menurut sang arsitek dalam berbagai media, kubah hanya bagian dari identitas budaya, sehingga beliau lebih memilih untuk menampilkan identitas keislaman melalui kalimat syahadat raksasa. Kalimat ini ditampilkannya melalui susunan bata pembentuk dinding masjid.
Dengan konsep ini, dari luar terlihat garis-garis hitam di sekujur dinding masjid. Jika dicermati, kisi-kisi dinding dengan susunan bata bolong ini membentuk dua kalimat syahadat dalam huruf Arab. Teknik ini menjadikan tubuh bangunan layaknya sebuah seni kaligrafi tiga dimensi dengan ukuran yang sangat besar.

Selain itu, kisi-kisi tersebut berfungsi sebagai penerangan yang bersifat bolak-balik dan sangat artistik. Siang hari, cahaya alami matahari akan menembus ke ruang dalam. Pada momen ini, cahaya tersebut terlihat seperti sebuah elemen digital yang membentuk dua kalimat syahadat. Pada malam hari cahaya dari dalam masjid akan memancar keluar, membentuk kaligrafi syahadat yang berpencar.
Tidak dapat dipungkiri, masjid ini adalah satu mahakarya seni bangunan kontemporer yang mendobrak pakem- pakem tradisi bentuk masjid. Jadi tidak heran masjid ini terkenal sampai belahan dunia dan sang perancangpun berhasil membuat sebuah maha karya besar bagi perkembangan seni arsitek di Indonesia. Disaat bulan Ramadhan seperti saat ini banyak orang dari berbagai daerah yang dengan sengaja untuk singgah ke Masjid Al-Irsyad, beri’tikaf, melakukan ibadah Ramadhan, dan tak lepas dari pengunjung untuk mengabadikan keindahan bangunan masjid sembari berphoto-photo dan menikmati keindahan lingkungan sekitar masjid. Jadi setelah disebutkan beberapa keterangan mengenai Masjid Al-Irsyad tadi, tak ada lagi alasan bagi warga Bandung untuk mengenal dan tau akan keberadaan masjid fenomenal ini.

Massa Bangunan, Eksterior
Dari desain masjid Al – Irsyad yang berbentuk kotak/ kubus, dan tidak digunakan nya atap dome/kubah, seperti umumnya bentuk dan ciri khas masjid di Indonesia.


Memberikan warna baru dan pembeda terhadap gaya arsitektur masjid yang pada umumnya identik dengan atap dome/ kubah.

Dan juga fasad masjid yang cukup unik yang berlubang-lubang, jika diamati membentuk lafadz dua kalimat syahadat, sungguh menggugah hati kaum muslim yang berkunjung/ melihat nya, dari desain fasad masjid nya saja,sudah menambah nilai dan semangat spritualitasnya. Bahkan sebelum masuk kedalam masjidnya.

Interior





Sumber :
http://demasafetalita.blogspot.com/2016/01/kritik-arsitektur-interpretif.html
http://asep-inars.blogspot.com/2014/01/kritik-arsitektur-soft-skill.html

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "KRITIK ARSITEKTUR INTERPRETIF"

Posting Komentar